Kekuatan Kata-Kata Untuk Mengelola Emosi dan Menemukan Diri Sejati

 “Apakah kata-kata bisa menyakiti seseorang? Bisa…, peserta Latihan Kader Muda PC IPPNU Kabupaten Bandung menjawab pertanyaan yang saya ajukan Desember lalu. “Kalau misalkan ada yang memarahi anda dengan Bahasa Swahili (Afrika) misalnya apakah anda merasa tersakiti? Mungkin anda akan bengong karena blass gak ngerti apa yang disampaikan oleh orang tersebut. Bahkan mungkin kita bisa tersenyum karena melihat ekspresi marah sedangkan kita tidak mengerti. 



Jadi apakah karena kata-katanya? Atau karena kita paham dengan maksud kata-kata itu dan mengizinkan diri kita untuk merasa tersakiti?. Point yang kedualah yang menjadikan kita tersakiti bukan sekedar kata-katanya. Artinya kita bisa saja memutuskan untuk tidak menganggap kata-kata orang tersebut bila memang berpotensi untuk membuat suasana hati kita jadi negative.   

Kata-kata yang kita keluarkan merupakan cerminan dari apa yang ada dalam diri kita. Apa yang ada dalam diri kita? Menurut Imam Qusyair dalam kitabnya Risalah al-Qusyairiyah ada tiga komponen dari manusia yaitu ruh, jiwa dan badan dimana yang sebagiannya tunduk kepada yang lain. Apabila tunduk kepada ruh dimana ruh ini berasal dari Allah maka seseorang akan menemukan dirinya yang sejati. Jiwa dan Badannya akan mengikuti petunjuk Ilahi berupa intuisi.

Sedangkan jiwa (nafs) ini adalah sesuatu yang berupa potensi. Kita harus memenejnya dengan baik.  Bila tidak sesuai dengan diri sejati maka sangat mungkin jiwa kita tidak berfungsi bahkan terkena gangguan. Maka istilah yang ada di masyarakat kita adalah gangguan jiwa bukan gangguan ruh. 

Di dalam jiwa terdapat emosi, perasaan dan pikiran. Ketiga hal ini berkaitan dan sangat berperan menentukan seseorang. Apakah keberhasilan, kegagalan, kedamaian dan hal lainnya dalam kehidupan. Emosi merupakan respon psikologis yang kompleks terhadap perubahan di lingkungan yang meilbatkan perasaan, pikiran dan perubahan fisik seperti kegembiraan, kesedihan atau kemarahan. Sehingga memenej emosi merupakan hal penting yang harus dilakukan. 

Daniel Goleman mengatakan 80%-90% kompetensi yang membedakan orang-orang berprestasi berada dalam ranah kecerdasan emosional. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan memahami, mengelola dan mengekspresikan emosi seseorang secara efektif. Serta kemampuan untuk menangani hubungan interpersonal dengan empati dan akal sehat untuk hasil yang optimal dan positif. 

Bila diuraikankan lebih lanjut menurut Goleman terdapat empat komponen utama dalam kecerdasan emosi. Pertama terkait dengan diri sendiri (intrapersonal) yaitu kesadaran diri (self awareness) dan managemen diri (self  management). Kedua terkait dengan orang lain (others) yaitu kesadaran social (social awareness) berupa empati dan manajemen hubungan dengan orang lain (relationship management). Keempat wilayah kecerdasan emosi ini bisa dikenalikan dengan baik maka seseorang akan hidup sesuai dengan fitrahnya. 

Komponen manusia ketiga yaitu fisik manusia berupa anggota tubuh, panca indra dan semua yang ada pada tubuh yang material. Tubuh material ini tentu saja bila dia yang memimpin jiwa dan ruh, maka yang terjadi kita tidak berbeda dengan hewan. Hanya menghendaki kenikmatan dan menghindari kesakitan. Sehinga sejatinya ruh lah yang memimpin karena ia bagian dari yang Ilahi. Maka jiwa dan badan manusia akan sesuai dengan tujuan penciptaanya. 

Ruh adalah sesuatu yang kekal dan tidak berubah. Sedangkan jiwa dan badan adalah sesuatu yang fana. Ruh manusia (diri sejati)  berasal dari ruh Allah sehingga manusia yang dibimbing akan menjadi intuitif. Sedangkan jiwa dan badan adalah sesuatu yang bisa berubah. Sesuatu yang berubah tidak bisa menjadi sandaran. 

Sehingga bila ada yang menyakiti kita dengan kata-kata buruk, kasar bahkan fitnah, maka ini bukan diri kita sejati. Kita bisa memilih untuk mencoba memahami kenapa orang itu mengeluarkan kata-kata demikian. Hanya orang yang buruk yang mengeluarkan kata-kata buruk. Hanya orang yang kasar yang mengeluarkan kata-kata kasar. Sehingga yang bermasalah sebetulnya orang tersebut bukan kita. Kita hanya bisa mengendalikan apa yang ada dalam diri kita yaitu berupa emosi, perasaan dan pikiran kita bukan di luar kita. Karenanya sesekali boleh saja kita me-mute orang toxic agar tidak memahami pembicaraanya dan ahirnya dia akan bosan sendiri karena tidak kita tanggapi. 

Jadi saya ulangi pertanyaan saya, apakah kata-kata bisa menyakiti kita? jawa mereka tidak...bener yaa...yuk ah kita praktekin!

 

 

Komentar