Mau Mengubah Kemalangan Menjadi Keberuntungan?
Pada suatu hari Nabi Isa as melakukan
perjalanan bersama para sahabatnya (hawariyyin). Di tengah perjalanan mereka
melihat bangkai anjing yang telah mati berhari hari. Seorang sahabat berkata,
“betapa baunya bangkai anjing ini. Sahabat yang lain ada yang mengatakan,
“betapa rusaknya bangkai anjing ini. Ada pula yang berkata “lihat betapa
menjijikannya rupa bangkai ini”. Hampir semua sahabat yang ada mencela bangkai
anjing tersebut. Namun, Nabi Isa as berkata, “betapa putih dan rapi giginya”. (Habib Noval dalam bukunya Secangkir Kopi
Hikmah).
Kisah ini menurut saya luar biasa. Bangkai merupakan tubuh hewan yang
mati membusuk. Biasanya berbau menyengat dan dipenuhi oleh berbagai macam hewan
pengurai seperti belatung dan serangga lainnya. Wajar bila para Sahabat Nabi Isa
as mengeluarkan perkataan seperti kisah di atas. Mungkin kita pun akan bereaksi
sama. Yang luar biasa dalam kisah ini menurut saya adalah perkataan Nabi Isa as yang bisa melihat hal baik dalam sesuatu hal yang ada dalam kondisi terburuk.
Ya point inilah yang kali ini akan saya bicarakan dan dikaitkan dengan
bagaimana hal tersebut bisa mendatangkan keberuntungan.
Melihat hal baik dalam kondisi
terburuk apapun memang merupakan sebuah pilihan. Ini menurut saya pilihan yang
tepat. Karena bila kita melihat sebaliknya, kondisi buruk tersebut tetap tidak
berubah, bahkan secara psikologis kita akan semakin lemah dan terpuruk. Saat
secara psikologis kita terpuruk dengan munculnya berbagai emosi negatif maka fisik kita pun akan mengalami banyak
masalah kesehatan. Hal inilah yang disebut psikosomatis.
Penelitian Edward E. Smith dkk
tentang hubungan antara fisik dan emosional sangat erat sekali. Penelitian ini
dilakukan tahun 2011 dengan 40 responden
yang mengalami patah hati selama 6 bulan terahir. Dua rangkaian percobaan
dilakukan untuk melihat hubungan tersebut. Pada percobaan pertama, responden
diperintahkan untuk memandang foto mantan atau orang yang membuat patah hati
untuk mengukur rasa sakit psikis. Perlakuan ini bermaksud memunculkan efek
penolakan di pikiran responden. Pada percobaan kedua, mereka diberi rangsang
panas di lengan sebagai parameter rasa sakit fisik.
Hasil percobaan di atas menunjukan
jaringan di bawah otak yang merespon rangsang sensorik sakit fisik (korteks
somatosensoris sekunder dan insula posterior dorsal) aktif pada percobaan
pertama. Pengukuran oleh MRI menyatakan rasa sakit psikis akibat penolakan
mantan setara dengan rasa sakit akibat kulit terbakar. Artinya otak merespon
sakit rasa sakit psikis serupa dengan respon rasa sakit fisik di tubuh kita.
Semakin banyak emosi negatif mempengaruhi kita, maka semakin banyak pula otak
kita merasakan sakit dan ini melemahkan kesehatan.
Psikis bermasalah, fisik bermasalah,
kedua hal ini juga berkaitan erat dengan keberuntungan seseorang. Orang yang
selalu melihat hal buruk dengan mengeluh pada kondisi yang dihadapinya biasanya
memang selalu sial. Ini merupakan salah satu hasil yang ditemukan dalam
penelitian Richard Wiseman yang ditulisnya dalam buku Luck Factor. Penelitian di Inggris ini membandingkan orang yang
selalu sial dan orang yang selalu beruntung selama 8 tahun.
Kebalikan dari melihat hal buruk
ialah melihat hal baik dalam kondisi apapun. Mengubah kemalangan menjadi
keberuntungan. Ini adalah formula keempat dalam Luck Factor nya Richard Wiseman. Kondisi buruk bisa saja dialami siapapun.
Kondisi buruk ini, hanya berlangsung sesaat saja pada orang-orang beruntung.
Saat dia terjatuh, maka ia bisa bangkit lagi. Semakin sering terjatuh semakin
sering ia berhasil bangun lagi. Proses ini akan semakin menguatkan hidupnya. Seperti
boneka Daruma dari Jepang yang selalu bangun lagi bila kita jatuhkan.
Cerita Bernie Eccelestone pendiri dan
CEO Formula One (F1) Group kiranya bisa memperlihatkan kita bagaimana formula
kemalangan berubah menjadi kemujuran. Suatu hari, Bernie berjalan keluar
kantornya di Knightsbridge. Saat melewati tempat yang sepi beberapa orang
menghadang. Mengepung Bernie, memukulnya habis habisan sampai babak belur. Mata
kanannya bengkak dan menghitam. Ia dirampok. Semua barang berharganya diambil
perampok termasuk jam tangan mewah Hublot yang berharga 4 miliar rupiah.
Mengalami kondisi buruk seperti itu,
Bernie ternyata tidak marah-marah kepada Polisi dan memindahkan energi negatif
pada orang sekelilingnya. Yang ia lakukan cukup sederhana dan aneh. Ia meminta
orang untuk memfoto wajahnya yang babak belur. Mencetaknya dan mengirimkannya
kepada CEO Hublot, Jean Claude Biver. Tidak lupa ia menuliskan pesan “See what
people will do for a Hublot”. Ini komplain yang sederhana namun tajam.
Jean Claude Biver ketika mendapatkan
komplain ternyata tidak bersikap negatif dan panik. Tidak berusaha mati-matian
menutupi komplain ini. Ia malah meminta izin kepada Bernie untuk memasang
fotonya yang babak belur, sekaligus meminta agar Hublot menjadi jam resmi dari
Formula 1. Apa jadinya? Setelah iklan itu diluncurkan hasil penjualan jam
tangan Hublot meroket. Bernie pun semakin terkenal karena menjadi bintang iklan
dan mendapatkan uang yang tidak sedikit dari kejadian ini.
Apa yang dilakukan Bernie merupakan
langkah pertama dari formula mengubah kemalangan menjadi keberuntungan. Langkah
ini ialah melihat sisi positif dari hal buruk yang dialami. Langkah kedua
adalah meyakini bahwa hal buruk yang terjadi saat ini, dalam jangka panjang
akan menjadi kebaikan. Dalam buku Luck
Factor banyak diceritakan bagaimana berbagai percobaan dilakukan kepada
orang yang beruntung dan sial ternyata
memiliki pola yang sama. Orang yang beruntung memiliki keyakinan bahwa hal
buruk yang dialami tidak pernah berlangsung lama dan dia bersyukur hal lebih buruk
tidak menimpanya. Orang sial kebalikannya.
Langkah ketiga ialah tidak lama
merenungi nasib buruk yang dialami. Ia akan bangkit dan berusaha keluar dari
keterpurukan. Orang yang beruntung memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (Adversity Quotient/AQ). Ia tidak mudah
menyerah dalam menghadapi kondisi seburuk apapun dan memiliki daya tahan hebat.
Ketiga langkah ini ada dalam formula ke
4 Luck Facktor yang bisa dipelajari
dan diikuti oleh siapapun yang ingin menjadi orang yang beruntung dalam
hidupnya. Keberuntungan sesungguhnya bukan hanya merupakan suatu kejadian
kebetulan. Terlalu banyak data dalam penelitian Richard Wiseman yang menunjukan
bahwa orang yang secara konsisten ‘menjemput’ keberuntungan maka ia bisa
beruntung dalam hidupnya. Menjemput keberuntungan atau kesialan pada ahirnya
merupakan sebuah pilihan. Semuanya dikembalikan kepada kita yang menjalani
hidup. Kisah luar biasa yang mengawali tulisan ini bisa menginspirasi kita
untuk selalu melihat hal baik dalam kondisi terburuk sekalipun. Inspirasi ini
sejalan dengan Luck Factor yaitu mengubah kemalangan menjadi keberuntungan.
Jadi siapkan diri kita menjemput keberuntungan .
Komentar
Posting Komentar