Mari Bercinta!
Jangan kau kira cinta datang dari keakraban
yang lama dan pendekatan yang tekun. Cinta adalah anak kecocokan jiwa. Dan jika itu tak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan milenia (Khalil Gibran)
Bagimana pendapat Anda dengan
ungkapan puitis Khalil Gibran tentang cinta di atas? Setujukah? Atau Anda
merasa ungkapan di atas terlalu mengada-ada? Bukankah juga ada peribahasa jawa
“Witing tresno jalaran soko kulino” yang bermakna cinta hadir karena
terbiasa.
Bila kita perhatikan,
keduanya memiliki sisi yang positif. Cinta merupakan anak/hasil dari kecocokan
jiwa. Kecocokan jiwa mungkin saja tumbuh di awal pertemuan dan semakin menguat
dalam perjalanannya, atau bisa saja awalnya belum hadir namun seiring waktu ia
tumbuh. Terbiasa bertemu, terbiasa bersama-sama, kalaupun belum tumbuh maka ia
akan tumbuh sedikit demi sedikit pada ahirnya terdapat kecocokan jiwa.
Cinta adalah sumber energy dalam kehidupan. Ia mampu membawa pemiliknya pada
puncak kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Lalai dalam merawat dan menjaganya
dapat menimbulkan malapetaka. Malapetaka terhadap keluarga, masyarakat maupun
lingkungan hidup yang kita tempati.
Mencintai Pasangan
Cinta merupakan pekerjaan hati atau perasaan
yang perlu terus dipupuk dan dipelihara agar tetap hadir. Cinta yang dibiarkan
tak terawat ibarat tanaman yang kering, gersang, lama-lama akan mati. Merawat
cinta harus merupakan keinginan dari dua belah pihak suami dan istri. Bila hanya sebelah pihak saja tentu
seperti bertepuk sebelah tangan
lama-lama akan capek sendiri dan mungkin terhenti sampai disitu.
Suami dan istri dalam al-quran
diibaratkan pakaian satu sama lain. Mereka (istri) itu adalah
pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka) (QS. al-Baqarah(2):
187) Pakaian fungsi utamanya adalah
menutupi aurat, menjadikan tubuh terlihat indah dan pelindung dari segala hal
yang bisa merusak tubuh. Demikian pula halnya peran suami dan istri dalam
kehidupan. Kekurangan suami dilengkapi oleh kelebihan istri dan kekurangan
istri dilengkapi oleh kelebihan suami. Pernikahan menjadikan hidup manusia
menjadi indah dan lengkap, melindungi manusia dari perbuatan yang merugikan
dirinya sendiri.
Suami/istri dalam al-quran memakai
kata jauz yang berarti pasangan.
Pasangan merupakan kata yang menggambarkan 2 hal yang bila disatukan
menjadi satu dalam sebuah fungsi. Kedua hal tersebut tidaklah sama, sebagai
contoh sepatu. Ada sepatu kanan dan kiri. Sepatu kanan berbeda dengan sepatu
kiri. Agar seseorang bisa berjalan dengan baik maka antara sepatu kanan dan
kiri mesti dipakai bergantian. Bila kanan ke depan berarti kiri harus ke
belakang demikian sebaliknya secara bergantian. Kalau sepatu kanan terus yang
ada di depan, bisa dipastikan langkahnya tidak akan harmonis bahkan mungkin
akan terjatuh. Karenanya bisa diibaratkan bahwa suami dan istri adalah mitra
sejajar yang bersinergis satu sama lain untuk menuju satu tujuan.
Untuk merawat cinta tentu kita perlu
mengekspresikannya. Bila kita melihat perjalanan Ibrahim a.s. dalam mencintai
Allah kita akan melihat betapa ekspresi cinta dalam bentuk pengorbanan masih
dibutuhkan untuk menunjukan cinta kepada Allah, padahal kurang apa Ibrahim dalam beribadah
kepada-Nya, sehingga ia dijuluki sebagai Kekasih Allah (Khalilullah).
Apalagi kita sebagai manusia biasa
tentu mengekspresikan cinta adalah hal yang sangat penting.
Bentuk ekspresi cinta diantaranya
adalah: pertama cinta itu harus
benar-benar ada di dalam hati, sebab kalau kita tidak merasakannya berarti kita
berbohong. Kedua, cinta itu muncul dalam bentuk perhatian dan tindakan
aktif pada pasangan. Ketiga cinta
juga perlu dihidupkan dalam bentuk suasana, yaitu romantisme. Ekspresi cinta
dalam bentuk lisan, tulisan, sikap atau dalam bentuk apapun akan mempunyai
peneguhan yang akan melahirkan efek kenyamanan psikologis pada pasangan.
Ekspresi cinta bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja asal sesuai dengan
batasan syariat dan norma yang berlaku.
Mencintai Anak
Selain kepada pasangan,
tentu kita juga memiliki perasaan cinta kepada anak-anak. Baik anak-anak yang
kita lahirkan, maupun anak-anak ada di lingkungan kita yang bisa kita cintai
kapan pun. Cinta
yang tumbuh merupakan cinta tanpa pamrih.
Cinta ini membuat perjalanan seorang ibu dalam mengandung, melahirkan,
menyusui sampai mengasuh dan mendidiknya bukanlah hal yang susah dan
memberatkan tapi merupakan hal yang menyenangkan. Seorang anak sebenarnya tidak berhutang
apapun kepada ibunya. Apa yang dilakukan ibunya untuknya, sesungguhnya akan
kembali kepada diri ibu itu sendiri. Karena sebenarnya mengandung, melahirkan,
menyusui, merupakan potensi seorang ibu. Potensi ini bisa diambil atau tidak
itu tergantung ibu tersebut. Kalau pun potensi tersebut tidak dipilih, seorang
perempuan bisa menjadi ibu dari anak-anak lain yang memang membutuhkan kasih
sayang. Anak korban kekerasan yang tidak memiliki keluarga, anak-anak jalanan
yang terlantar maupun anak-anak yang menderita lainnya.
Kalau misalkan seorang anak diberikan
pertanyaan apakah sebenarnya ia mau dilahirkan dari seorang ibu A atau seorang
ibu B? belum tentu ia menjawab ya. Mungkin sebenarnya kalau bisa memilih ia
ingin terlahir dari ibu C. Siapa tahu? Seorang anak tidak pernah meminta untuk
dilahirkan ke muka bumi ini. Ia hadir karena orang tuanya dan ketentuan Allah.
Ekspresi cinta kasih yang diberikan
kepada seorang anak bukan dilihat dari hal yang bisa diukur dengan panca indra
saja, tetapi lebih dari itu, pemenuhan kebutuhan psikis, intelektual dan
spiritual juga harus senantiasa dihadirkan. Seorang ibu adalah sekolah pertama
buat anaknya. Biasanya manusia yang paling dekat bagi seorang anak di awal
kehidupannya adalah seorang ibu. Karenanya seorang perempuan sejatinya harus
mempersiapkan diri untuk mengemban fungsi ini.
Mencintai Lingkungan
Mencintai lingkungan yang ditempati adalah hal yang mutlak dan perlu. Tanpa
cinta yang ditumbuhkan kepada lingkungan yang ditempati, maka yang hadir adalah
sikap semena-mena dan merusak. Padahal hal inilah yang merugikan manusia itu
sendiri. Lingkungan memiliki pengertian yang luas. Ia tidak saja bermakna alam
yang ditempati, melainkan juga hewan, tumbuh-tumbuhan, masyarakat, norma atau
aturan hidup dan segala hal yang berpengaruh pada kehidupan manusia.
Deklarasi Rio Jeneiro
Brasil tahun 1992 tentang lingkungan dan pembangunan sendiri dalam prinsip
ke-20 menyatakan bahwa “Perempuan berperan sangat penting dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan pembangunan. Karenanya, partisipasi mereka secara utuh
guna perwujudan pembangunan berkesinambungan sangat penting.” Peran perempuan
yang vital dalam pengelolaan lingkungan hidup ini sangat berkaitan erat
dengan pemberdayaan perempuan.
Pengoptimalan peran
perempuan dalam
mencintai lingkungan merupakan suatu hal yang mutlak dikarenakan beberapa faktor. Pertama jumlah perempuan hampir sama banyak dari laki-laki. Data
BPS 2017 tentang
jumlah penduduk Indonesia ialah 261,9 juta jiwa. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 130.3 juta
orang atau 49,66 persen. Sedangkan penduduk laki-laki mencapai 50,34 persen
setara dengan 131,6 jiwa. Karenanya, sangat penting jika perempuan dilibatkan
dalam sesuatu yang berkaitan dengan dirinya dan lingkungannya. Kedua, secara psikologis pada
umumnya jiwa perempuan lebih peka dan sensitive ketimbang laki-laki baik
terhadap sesuatu yang baru maupun terhadap berbagai perubahan.
Jika perubahan adalah
sebuah usaha untuk menjadi lebih baik, maka perempuan mesti tampil di barisan
terdepan dalam setiap usaha pembaharuan. Sementara itu sensitifitas dan
kepekaan yang dimiliki perempuan merupakan modal penting dalam menumbuhkan
kepedulian dan kebersamaan. Ini berarti
akan menjadi modal penting dalam upaya menumbuhkan kesadaran melestarikan
lingkungan.
Ketiga jiwa keibuan sangat
identik dengan kemampuan dan kerelaan mendidik dan pendidikan adalah kunci
utama dalam perubahan sikap. Karena itu perempuan memiliki peran yang sangat
penting dalam kaitannya dengan keinginan merubah pola pikir dan perilaku masyarakat ke arah yang
positif salah satunya tentang pelestarian lingkungan.
Keempat, kesabaran dan
keprihatinan perempuan pada umumnya lebih tinggi dari laki-laki. Perlu disadari, jalan menuju
perubahan sangat rentan dengan berbagai tantangan dan hambatan. Semua hal itu
membutuhkan kesabaran dan kebersahajaan dalam menghadapinya. Berarti perempuan
dinilai memiliki potensi yang lebih besar dalam pengendali program pelestarian
lingkungan di masyarakat.
Kelima, secara sosiologis dapat
dipahami bahwa ibu atau perempuan adalah orang yang paling mengerti kondisi dan
kebutuhan keluarganya. Dalam skala yang lebih luas berarti yang paling mengerti
akan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya. Lebih jauh, mereka pula lah yang
paling sensitive terhadap berbagai hal yang menimpa masyarakatnya. Jika hal ini
dapat diterima, maka tentu saja mereka pulalah yang paling bertanggungjawab
terhadap masyarakatnya.
Bila bagian
terkecil dari masyarakat yaitu keluarga penuh dengan cinta, suami-istri serta
anak-anak memiliki kecocokan jiwa, maka lingkungan yang ditinggalipun akan
bahagia. Perubahan-perubahan sosial
apapun bisa dihadapi dengan waspada. Termasuk perubahan iklim yang tidak
terduga. Semua hal dijadikan tantangan untuk menumbuhkan dan membuktikan cinta.
Mari bercinta!
Komentar
Posting Komentar