Mengejan bukan seperti itu!

"Ceuceu gak mau sekolah kalo gak dianter mimi", perkataan ini meluncur dari putri keduaku. Perkataanya cukup beralasan memang karena ini hari pertama ia menginjakan kaki di sekolah yang baru. Keputusan kami memindahkannya sekolah memang sudah dipikirkan dengan matang. Sekolah sebelumnya lokasinya cukup jauh dari rumah. Mobil jemputan sekolah memerlukan waktu sampai satu jam dari komplek kami sampai sekolah. Berangkat jam 07.00 sampai kembali ke rumah pukul 17.00 WIB kadang sampai magrib. Begitu sampai rumah ia sangat kelelahan. Tahun ajaran baru ini putri pertama kami lulus sekolah dasar dan otomatis sudah tidak satu sekolah lagi dengan adiknya.

Malam hari kami sudah sepakat bahwa ceuceu akan diantar ayahnya. Tapi menjelang berangkat dia mogok. Dengan berbagai alasan ia menolak pergi sekolah. Mulai dari tidak tahu dimana kelasnya, tidak tau siapa ibu gurunya, sampai hawatir mendapat teman-teman yang nakal. Waktu sudah menunjukan pukul 06.45 WIB dan ceuceu tetap mogok sekolah. Keinginan ceuceu yang ingin diantar olehku sebenarnya wajar saja bila kondisi biasa. Namun permintaannya ini jadi luar biasa mengingat usia kehamilan 37 minggu membuatku tidak leluasa bergerak.
http://3.bp.blogspot.com/-36MAGjmC8gw/UtFHEiABHEI/AAAAAAAAAVk/Kz3ku06bTt0/s1600/55.jpg

Jarak sekolah yang baru ke rumah sekitar setengah kilometer. Tidak jauh memang, namun dengan waktu yang mepet dan jalan yang tidak terlalu bagus dan sempit, motor satu-satunya alternatif terbaik. Karena kondisi kehamilanku sehat dan tidak bermasalah juga kengototanku mengantar ceuceu, ayahnya membolehkan  mengantar ceuceu menggunakan motor asalkan pelan-pelan dan hati-hati. Motor kupacu perlahan yang terpenting selamat sampai sekolah. Jalanan yang rusak serta polisi tidur cukup membuat guncangan. Sepanjang jalan do'a terus kupanjatkan semoga ceuceu tidak terlambat di hari pertamanya dan saya selamat mengantarnya.

Selama ceuceu belajar saya berdiri di samping kelas barunya. Setiap saat itu pula matanya mengawasi saya untuk terus menungguinya belajar. Meski sudah kelas 3 SD, sekolah baru cukup membuatnya hawatir sehingga ingin terus ditemani. Waktu menunjukan pukul 11.00 siang dan baru saja saya keluar dari kamar mandi sekolah karena ingin buang air kecil. Ternyata ada flek coklat dicelana dalam. Saya tetap tenang karena tidak ada tanda mulas. Tiba-tiba menjelang pulang sekolah sekitar pukul 12.00 mulas datang. Tidak terlalu sakit, namun saya meminta ayah anak-anak untuk menjemput. Agar saya tidak mengemudikan motor pulang ke rumah. Mulas karena kontraksi ini kalau tidak salah namanya Braxton hicks. Tiga minggu yang lalu saat mengantar putri pertama ke Cirebon saya mengalami mulas ini juga karena guncangan di mobil. Setelah istirahat rebahan miring ke kiri selama dua jam. Mulas ini hilang. Karenanya kali ini pun saya tenang-tenang saja toh persalinan kata dokter tanggal 29 juli atau masih sekitar 15 hari lagi.

Sampai pukul 15.00 WIB mulas kontraksi ini tetap ada dan frekuensinya lebih sering dan kuat. Karena hawatir akan melahirkan segera kami berangkat ke rumah sakit dan saat itu juga saya membatalkan puasa Ramadhan. Sesampainya di Rumah Sakit Kota Bandung, saya langsung menuju IGD dan mendapatkan pemeriksaan dalam oleh Bidan yang bertugas. Menurut bidan sudah masuk pembukaan 2 dan sekitar 8 jam lagi akan melahirkan. Melihat kondisi saya yang tenang dan mungkin tidak terlihat sakit, bidan menyarankan untuk pulang ke rumah karena tidak terlalu jauh. 

Di rumah mules itu tidak berhenti namun frekuensinya masih 15 menit sekali. Sore itu saya menyibukan diri dengan memasak untuk buka puasa keluarga dan mencuci lap yang sudah direndam. menjelang buka puasa mules itu semakin menjadi dan sepertinya kepala bayi sudah ada di bawah. setelah sholat magrib berjamaah kami segera menuju rumah sakit. Sepanjang jalan sambil mengatur pernafasan dan melakukan hipnosis diri membayangkan proses melahirkan yang mudah meski  merasakan sakit yang terus meningkat.  Dede bayi dalam perut saya ajak bicara seperti biasa, bahwa ini saatnya tiba dan kami akan segera bertemu. Saya melakukan terapi SEFT dengan mentapping diri sendiri untuk ikhlas memerima rasa sakit dan memasrahkan keselamatan dan kemudahan melahirkan hanya pada Allah.

Sampai di RS yang kedua kali kembali saya masuk IGD dan mendapatkan pemeriksaan dalam oleh bidan. Sudah masuk pembukaan 5 katanya. Saya segera dibawa keruang bersalin. Karena memakai askes awalnya saya dibawa ke ruang kelas 2. Namun ternyata askes saya mendapat kelas 1 ahirnya dalam kondisi mulas saya dibawa ke ruang persalinan kelas 1. 

Ruang bersalin ini berukuran 3 x 3 meter. Ada satu dipan untuk persalinan dan sudah ada 4 orang bidan di sana. Satu bidan senior yang bertugas dan 3 bidan yang sedang praktek. Segera saya dibantu berganti pakaian oleh bidan untuk memudahkan persalinan. Karena asuransi kesehatan yang saya miliki  maka prosedur kelahirannya harus ditangani oleh dokter kandungan. Dokter Hilman segera masuk mengecek kondisi saya dan mengatakan bahwa baru pembukaan 5. Dia berkata kepada saya untuk menunggu sampai pembukaan 10 sekitar 4-5 jam lagi. "Nikmati saja ya bu...saya akan menangani ibu lain yang melahirkan. Jam di dinding menunjukan pukul 19.15 WIB.

Sambil terus melakukan pernafasan untuk melahirkan, saya bayangkan vagina saya dalam kondisi pembukaan sempurna, bayi dalam kondisi sehat, tenang dan kepalanya sudah masuk ke jalan lahir. Rasa sakit saya nikmati dan betul betul saya pasrahkan pada Sang Pencipta. Bidan berpesan kalau sudah ada keinginan untuk buang air besar saya diminta memanggil mereka. Tinggalah saya bersama suami di ruang persalinan.

Rasa ingin buang air sudah datang, saya memanggil bidan. Mereka segera menceknya. Bidan senior berkata kalau ini sudah pembukaan 10 atau pembukaan sempurna. Ini sepertinya dilakukan untuk mengajari bidan-bidan yang sedang praktek. Rasa risih dan malu sudah saya tanggalkan dan pasrah menjadi sarana belajar calon-calon bidan. Dalam hati saya berdo'a semoga apa yang saya lakukan bermanfaat untuk mereka dan kelak banyak ibu-ibu melahirkan selamat karena pertolongan mereka.

Dokter Hilman tidak menyangka pembukaan sempurna untuk melahirkan saya terjadi begitu cepat. Ia sedang menangani pasien yang lain. Sehingga rekam medis saya dilihat dan mereka bertanya apakah dokter Ketut pernah menangani saya? saya bilang iya 4 hari lalu saya melakukan pemeriksaan kehamilan dengan dokter Ketut. Saya diminta untuk menunggu jangan dulu mengejan karena dokter Ketut sudah bersiap akan menangani proses saya melahirkan. 

Dokter Ketut memandu saya untuk mengejan karena posisi bayi sudah dijalan lahir. Ada hal yang lucu saat peristiwa mengejan ini terjadi. Saya dimarahi dokter Ketut karena keliru mengejan. Awalnya dia hanya bilang. Bu...ini anak ketiga mengejan melahirkan bukan seperti itu! mengejan tidak ada suaranya. Saya mengejan dengan tidak bersuara sambil menahan rasa sakit yang memuncak. Berulang ulang dia berkata "Mengejan bukan seperti itu! Kembali suaranya meninggi. Bukan seperti itu! katanya. Ayo bu..yang betul kasian bayinya dia sudah mau keluar. Saya jadi ikutan sewot dan berkata "saya sudah mau 9 tahun tidak melahirkan dokter jadi lupa lagi cara mengejan yang benar, tolong jelaskan pinta saya sambil sedikit memelas. Dokter Ketut menjelaskan, ibu tarik nafas yang dalam, lalu tahan dan tekan seperti mau buang air besar, tidak bersuara dan mata tetap terbuka. Suami saya yang terus memegangi tangan di minta keluar oleh  dokter, karena di ruang kecil tersebut terdapat 4 bidan 1 dokter saya dan suami memang terasa sangat sesak. Ahirnya sekitar 10 menit proses mengejan  bayi bisa keluar dengan selamat tepat pukul 20.10 WIB. Bayi lelaki sehat dengan berat 2,690kg berhasil saya lahirkan

Proses melahirkan ketiga ini terus terang terasa lebih mudah dan frekuensi sakitnya tidak sesakit kakak kakaknya. Mungkin karena beratnya paling ringan diantara saudaranya. Mungkin juga karena saya tetap shaum Ramadhan sampai hari melahirkan tiba.  Padahal sebelumnya banyak yang menakut nakuti saya dengan cerita bahwa anak ke tiga itu biasanya sulit dan sakit apalagi anak laki-laki. Biaya persalinan seluruhnya ditanggung asuransi kesehatan sehingga tidak membayar sepeserpun.  Alhamdulilah berkat pertolongan Allah kemudahan dan keselamatan menyapa saya. Kini tinggal berjuang merawatnya, merawat keluarga juga selesaikan sekolah. Semangat mimi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Aksi-Refleksi Bersama Bloom

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue