Produksi, Konsumsi dan Distribusi

"Produksi sebanyak banyaknya, konsumsi sekedarnya, distribusi seluas luasnya". Perkataan ini yang sangat kuat melekat dalam benak saya setelah mengikuti seminar 7 Keajaiban Rizqi Ippho Santosa. Kenapa mesti perkataan ini dan bukan yang lain? terus terang point inilah yang saya kagumi dari sang pembicara.

Tidak banyak orang yang berfikiran seperti ini. Meski seorang kiai sekalipun. Saat seseorang berproduksi dengan inovasi bisnis buatannya sehingga penghasilannya sangat banyak, biasanya orang tersebut juga menaikan taraf hidupnya. Berganti ganti jas mahal, sepatu dan pakaian terbaik, rumah, mobil bahkan juga mudah mengganti pasangan hidup. Karena saat memiliki uang yang berlimpah seseorang sangat mudah untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tidak jarang gaya hidupnya semakin menjauhkan dirinya dari kesejatian manusia sebagai hambaNya.

Ya untuk seseorang yang memiliki penghasilan milyaran rupiah, hanya memiliki 10 pasang pakaian tentu sangat mengherankan. Ternyata ini adalah bagian dari prinsip hidupnya yang ingin mengikuti Rasulullah. Akan tetapi dana yang dia ditribusikan untuk kesejahteraan ummat sangat banyak. Berapa banyak investasi amal sholeh yang sudah ia tanam dalam hidupnya?

Prinsip ini begitu menggedor kesadaran saya yang belakangan mulai terbawa arus teman-teman yang sosialite. Membeli sesuatu hanya karena merasa menyukainya. Tidak dipikirkan fungsi dan hal lainnya. Apakah tidak takut saat Allah menanyakan pertanggung jawaban puluhan bahkan ratusan pasang sepatu, sendal, tas, pakaian untuk apa dibeli bila sebagian besar waktu mereka hanya menempati lemari saja?. 

Bukan berarti kita berpakaian yang murah dan lusuh. Kita harus memakai pakaian terbaik yang mampu kita beli secukupnya tidak usah berlebih lebihan. Produktifitas kita yang tinggi untuk menghasilkan uang semata ditujukan agar menjadi investasi amal sahaleh. Apakah itu dengan memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak kita, keluarga, kerabat, dan orang yang yang membutuhkan. Membuat lembaga pendidikan gratis, rumah singgah, pusat keterampilan masyarakat, memberikan pakaian, obat-obatan dan hal lain yang bisa dibagikan kepada sesama.

Mari kita mulai dari rumah. Ibu sebagai menajer keuangan keluarga sangat memiliki peluang untuk menjadikan keluarganya berprinsip seperti itu. Ibu yang terus merasakan bahwa hidupnya di muka bumi ini tiada lain hanya sebuah perjalanan mendekatiNya. Ibu yang mengajak semua anggota keluarganya untuk selalu berempati kepada manusia yang lain. Semoga harapan ini bukan sebuah angan angan belaka.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Aksi-Refleksi Bersama Bloom

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue