Stop Lingkaran Kecemasan!!!

Belakangan ini saya lebih banyak bicara dari pada mendengarkan, apalagi menulis. Rasanya sangat tidak nyaman. Karena tuntutan program mau tidak mau saya jadi pembicara pada beberapa event terkait dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Beberapa program berturut-turut dilaksanakan. Menyita energi dan konsentrasi dan pada ahirnya memunculkan ketegangan.

Lingkaran kecemasan berputar dengan cepat membuat kesadaran diri semakin berkurang. Kecemasan yang diderita pimpinan lembaga kami ditularkan kepada pengurus inti lalu menularkan pula pada kami di kantor. Berputar menciptakan ketegangan yang membuat siapapun tidak kerasan.

Biasanya dalam menghadapi berbagai persoalan, mendengarkan adalah pilihan. Tersenyum meski pihak yang berbicara terlihat kolokan, memaksa bahkan lempar tanggung jawab. Saat itu dalam benak yang terlihat hanya sosok-Nya. Saya melakukan berbagai aktifitas hanya untuk mengagungkan nama-Nya. Tak perlulah diketahui atau diapresiasi apa yang saya lakukan karena bukan itu tujuan utama hidup ini. Sehingga nada bicara saya terkontrol dan jarang terpancing emosi.

Saya ingin mengurai betapa sebenarnya saya merasa tidak enak dalam beberapa kondisi belakangan ini. Terkat posisi saya ditempat kerja dan di LSM yang saya rintis. Posisi sebagai pengajar agama di sebuah perguruan tinggi saya pertaruhkan demi berjalannya program LSM yang saya rintis. Saya tau betapa adminstrasi perguruan tinggi tersebut terlihat tidak suka dengan program yang saya gulirkan.  Karena mungkin saya tidak pernah melibatkan mereka dalam setiap program saya dan dalam benak mereka  saya akan mendapatkan keuntungan dalam program yang dijalankan, namun kenapa saya menutup diri mengajak mereka?

Semua hasil yang saya dapatkan sepenuhnya saya berikan untuk LSM yang saya rintis demi berjalannya program pendampingan masyarakat dan pembinaan relawan. Saya tidak pernah mengambil apapun ditiga tahun merintis LSM. Saya mencari peluang rizqi pribadi  lewat penelitian kompetitf dosen, tulisan ilmiah dan konsultan beberapa program pemerintah. Sampai tahun ke 3 ini belum satu pun proyek betulan digarap LSM saya. Semuanya pengabdian kepada masyarakat dengan dana yang berasal dari beberapa kegiatan kecil yang kami lakukan. Betul-betul kami memberdayakan sumber daya lokal dan tidak bergantung pada funding manapun. Baru mau akan sebuah proyek kami tangani di 2012 ini, itupun belum pasti karena belum ada dalam genggaman.

Sehingga terus terang saya tersinggung dengan ucapan seseorang yang mengatakan bahwa LSM yang saya rintis orientasinya proyek semata. Proyek yang mana? bisakan dia menunjukan? Saya menggarap beberapa proyek penelitian tidak menggunakan LSM tapi identitas saya sendiri sebagai seorang akademisi. Dari beberapa proyek pribadi tersebut, saya mengalokasikan dana untuk LSM. Padahal sebenarnya saya tidak memiliki kewajiban tersebut. Namun karena saya ingin berkah dan bermakna, karenanya saya sisihkan sebagian selain saya sisihkan juga untuk lembaga keagamaan yang konsen menangani ZIS.

Saya terus mengepakan sayap menjalin kembali jejaring jejak yang pernah saya torehkan dalam perjalanan hidup. Apakah jejak saya sebagai santri, jejak saya sebagai aktifis KOHATI, jejak saya sebagai mahasiswa aqidah filsafat, jejak saya sebagai aktifis pemberdayaan perempuan, jejak saya sebagai anak daerah Banten dan masih banyak jejak jejak lain yang saya torehkan. Selama ini jejak itu masih terlihat, saya mengukirnya dengan kerja dan tugas yang bertanggung jawab. Ternyata orang-orang yang ada dalam lingkaran jejak-jejak yang saya torehkan adalah orang yang memiliki wewenang dalam menjalankan banyak program di negri tercinta ini. Ahirnya saya banyak dilibatkan dalam berbagai program dan saya hanya memilih program pemberdayaan perempuan yang tidak menyita banyak waktu sehingga keluarga bisa tetap saya perhatikan.

Ah sepertinya tak usahlah saya terlalu memasukan kedalam hati omongan miring yang hanya membuat langkah ini menjadi berat. Menjadikan saya berargumen dan mengungkit kerja yang sudah saya lakukan padahal bisa jadi pahala yang saya tanam akan menguap dengan sikap demikian. Selalu menghadapi segala hal dengan kepala dingin dan senyum.

 Saya kembali memfokuskan diri untuk menatap masa depan dengan menyenangkan. Lingkaran kecemasan yang sudah ditularkan atasan saya harus dihentikan. Saya memutuskan untuk tidak terpengaruh dan kembali memfokuskan tujuan bahwa yang saya lakukan semata hanya ingin bermanfaat untuk masyarakat. Sebagai sebuah bekal abadi menghadap-Nya. Semoga Ia kembali  menyadarkan saya untuk tetap tersenyum meski derasnya sangkaan dan terpaan badai yang menghadang. Bismillah...saya ingin menjadi pohon yang tinggi...untuk itu saya siap menghadapi badai yang menerpa dengan Kasih-Mu ya Rabb.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Kembali!

Aksi-Refleksi Bersama Bloom

Sunan Ampel dan Cardinal Virtue