Bersih-bersih dulu ah....
Kamar mandi kami yang berwarna putih sepertinya sudah kembali tersenyum. Sabtu ini saya sudah menggosok semuanya dengan kasih. Betul-betul saya pastikan tak ada noda yang hinggap di tubuh kedua kamar mandi tersebut. Setelah itu dengan penuh cinta pula saya mencuci baju semua anggota keluarga. Pakai mesin cuci sih, cuma untuk baju anak-anak saya tetap harus menyikatkan karena pada bagian tertentu mesin cuci tak mempan.
Kain lap di rumah saya razia. Seprai dan sarung bantal juga jadi sasaran. Semua saya kumpulkan dan cuci dengan bersih. Saya hari ini beres-beres dengan penuh semangat. Saya sedang mensyukuri nikmat karena diberikan kesembuhan dari flu yang tiga hari kemarin menghampiri.
Belum beres sebenarnya rumah kami. Beberapa hal harus ada yang dibenahi. Tapi tak apa, saya masih punya hari minggu untuk menyelesaikannya. Sekarang saya pengen online sambil nulis apa saja yang terjadi hari ini. Agak lelah sih...tapi dinikmati aja. Semoga jadi pahala. Makan mangga dulu ah....
Kembali dapat kiriman mangga dari mertua. Mangga yang langsung dipetik dari kebun. Mangga yang memang betul-betul matang di pohon sehingga rasanya mantap. Selama saya membeli mangga, di pasar atau di supermarket, belum pernah saya merasakan mangga seenak mangga kiriman mertua.
Mertua saya tinggal sendiri. Suaminya sudah lebih dahulu wafat meninggalkannya dengan 5 anak yang masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 1 orang sudah menikah, 3 orang kuliah dan 1 orang lagi masih sekolah. Dia berjuang sendiri menyekolakan ke 4 anaknya sampai semua menjadi sarjana.
Mertua saya merupakan perempuan sederhana yang hanya lulusan SR dan pesantren. Selama 10 tahun ini saya menjadi menantunya, tak pernah sekali pun kami berselisih. Dia selalu penuh kasih terhadap para menantunya. Keikhlasannya terasakan oleh jiwa kami meski tak suka banyak bicara. Saya pernah bertanya bagaimana dia bisa membiayai ke 4 anaknya sendirian sampai bisa menjadi sarjana? padahal hanya mengandalkan uang pensiun yang tidak seberapa juga warisan yang tak banyak. Dia hanya tersenyum dan berkata bahwa Allah sebaik-baik pemberi rizqi. Kita tinggal memintanya dan berusaha jadi hambanya yang baik, pasti dia akan memberikan apa yang kita minta katanya. Jawaban yang sangat sufistik yang hanya bisa di jawab oleh orang yang sampai pada maqam ikhlas....sedangkan saya? masih banyak kotoran di hati cuma teori namun masih sulit untuk beraksi.
Tiga hari ini buku Kang Jalal kembali saya baca. Setelah "the road to Allah" terutama bagian penghalang perjalanan saya baca, betul-betul hati saya pedih. Masih banyak yang dituliskan disini saya lakukan. Takabur, ujub, riya...sum'ah...ah...terlalu banyak penyakit hati yang mengendap dalam diri ini. Rabb...tuntun Hannah untuk selalu dekat dengan-Mu. Raih...rangkul...dekap dengan erat.
Kain lap di rumah saya razia. Seprai dan sarung bantal juga jadi sasaran. Semua saya kumpulkan dan cuci dengan bersih. Saya hari ini beres-beres dengan penuh semangat. Saya sedang mensyukuri nikmat karena diberikan kesembuhan dari flu yang tiga hari kemarin menghampiri.
Belum beres sebenarnya rumah kami. Beberapa hal harus ada yang dibenahi. Tapi tak apa, saya masih punya hari minggu untuk menyelesaikannya. Sekarang saya pengen online sambil nulis apa saja yang terjadi hari ini. Agak lelah sih...tapi dinikmati aja. Semoga jadi pahala. Makan mangga dulu ah....
Kembali dapat kiriman mangga dari mertua. Mangga yang langsung dipetik dari kebun. Mangga yang memang betul-betul matang di pohon sehingga rasanya mantap. Selama saya membeli mangga, di pasar atau di supermarket, belum pernah saya merasakan mangga seenak mangga kiriman mertua.
Mertua saya tinggal sendiri. Suaminya sudah lebih dahulu wafat meninggalkannya dengan 5 anak yang masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 1 orang sudah menikah, 3 orang kuliah dan 1 orang lagi masih sekolah. Dia berjuang sendiri menyekolakan ke 4 anaknya sampai semua menjadi sarjana.
Mertua saya merupakan perempuan sederhana yang hanya lulusan SR dan pesantren. Selama 10 tahun ini saya menjadi menantunya, tak pernah sekali pun kami berselisih. Dia selalu penuh kasih terhadap para menantunya. Keikhlasannya terasakan oleh jiwa kami meski tak suka banyak bicara. Saya pernah bertanya bagaimana dia bisa membiayai ke 4 anaknya sendirian sampai bisa menjadi sarjana? padahal hanya mengandalkan uang pensiun yang tidak seberapa juga warisan yang tak banyak. Dia hanya tersenyum dan berkata bahwa Allah sebaik-baik pemberi rizqi. Kita tinggal memintanya dan berusaha jadi hambanya yang baik, pasti dia akan memberikan apa yang kita minta katanya. Jawaban yang sangat sufistik yang hanya bisa di jawab oleh orang yang sampai pada maqam ikhlas....sedangkan saya? masih banyak kotoran di hati cuma teori namun masih sulit untuk beraksi.
Tiga hari ini buku Kang Jalal kembali saya baca. Setelah "the road to Allah" terutama bagian penghalang perjalanan saya baca, betul-betul hati saya pedih. Masih banyak yang dituliskan disini saya lakukan. Takabur, ujub, riya...sum'ah...ah...terlalu banyak penyakit hati yang mengendap dalam diri ini. Rabb...tuntun Hannah untuk selalu dekat dengan-Mu. Raih...rangkul...dekap dengan erat.
Komentar
Posting Komentar