Mencoba Memahami Multikulturalisme dan Perempuan
Seharian ini saya tak beranjak dari rumah. Beberapa artikel dan buku saya baca. Mulai artikel tentang “Apakah pandangan multikultur berbahaya untuk kaum perempuan?”, “Feminis multicultural; seperti apa? , “Minoritas, multikulturalisme, modernitas” sambil diselingi membaca buku Habermas; Menuju Masyarakat Komunikatif dan Demokrasi Deliberatif”. Apa yang saya peroleh dari bacaan hari ini? Sebenarnya saya sangat ingin memahami apa itu multikulturalisme makanya membaca ketiga artikel di atas. Namun saya juga tergoda untuk memahami Habermas sebagai bahan mengajar yang akan saya share minggu depan. Mumpung semangat baca sedang baik. Tapi apa yang terjadi? Banyak hal jumping dan lagi-lagi saya membaca sesuatu yang entah saya pahami atau tidak.
Sebenarnya saya tidak begitu peduli apakah saya loncat-loncat atau tidak. Mengerti atau tidak. Pokoknya saya membaca dan mencoba memahami setiap kata yang tertulis sesuai dengan kesanggupan dan suka-suka saya itu saja. Hal ini menurut saya lebih baik dari pada tidak membaca sama sekali. Karena jujur saja, sudah dua bulan ini saya tidak membaca buku dengan baik. Buku selalu saya bawa ke mana-mana dari yang tipis sampai yang tebal. Namun hanya bagian-bagian tertentu saja yang saya baca agar setidaknya tidak membuat saya terlihat bodoh saat mengajar. Hmmm sekali lagi saya tidak menyukai sikap ini. Apakah harus menunggu apresiasi orang lain untuk membuat saya rajin baca? Tidakkah sesuatu yang terlahir dari dalam diri lebih bertahan lama dari pada pandangan orang. Ya saya meyakini hal itu. Motivasi diri ini tentunya harus tumbuh agar bisa memberikan kemanfaatan untuk diri dan orang lain.
“Apakah pandangan multikultur berbahaya untuk kaum perempuan?” judul artikel Susan Moller Okin ini sangat menggelitik ingin tahu saya. Multikulturalisme yang saya pahami sebagai sebuah CARA menyikapi atau operasionalisasi dimana berbagai kelompok yang beragam dapat hidup bersama dan setara apakah mungkin berbahaya? Padahal sepintas yang saya pahami justru dalam pandangan multikulturalisme sangat mungkin perempuan dapat hidup dan dianggap setara. Tapi pengertian multikulturalisme yang saya pahami ini ternyata belum lengkap menurut Susan karena selain adanya pengakuan yang dibuat dalam konteks demokrasi liberal yang mendasar, bahwa budaya atau cara hidup minoritas tidak secara memadai dilindungi oleh praktek perlindungan hak individu sebagai bagian dari masyarakat, konsekuensinya kelompok-kelompok seperti ini juga harus dilindungi dengan memberikan hak-hak istimewa untuk mereka sebagai kelompok.
Baru saja tiga paragraph saya menulis sebuah artikel kembali saya terhenti. Ini karena saya belum memahami apa sebenarnya inti dari artikelnya Susan Moller. Ya tulisannya begitu hidup dan luas mengaitkan multikulturalisme dengan feminism dan pergulatannya juga dengan realitas yang ada dalam berbagai agama, budaya dan Negara-negara di dunia ini. Sebenarnya saya sudah selesai membaca artikel tersebut. Namun lagi-lagi saat saya belum bisa merefleksikannya dalam tulisan. Tidak apa-apa saya pikir, nanti malam saya akan mencoba menyempurnakannya.
Sebenarnya Susan Moller membahas bahwa multikulturalisme memberikan hak-hak istimewa terhadap kelompok-kelompok tertentu untuk menjalankan identitas mereka. Dalam menjalankan identitas ini tentu terkait dengan budaya bahkan agama yang mendasari kelompok tersebut. Dia membahas bagaimana hubungannya kebudayaan dan gender dan sampai pada kesimpulan bahwa kebanyakan budaya dan agama sangat bersifat patriarki. Sehingga banyak kelompok-kelompok yang ternyata mempraktekan diskriminasi terhadap perempuan dengan bersembunyi di balik multikulturalisme. Ia juga menghantam keuniversalan feminis yang ternyata juga memberikan ruang represi terhadap gerakan perempuan lain. to be continued ah…adzan magrib
Sebenarnya saya tidak begitu peduli apakah saya loncat-loncat atau tidak. Mengerti atau tidak. Pokoknya saya membaca dan mencoba memahami setiap kata yang tertulis sesuai dengan kesanggupan dan suka-suka saya itu saja. Hal ini menurut saya lebih baik dari pada tidak membaca sama sekali. Karena jujur saja, sudah dua bulan ini saya tidak membaca buku dengan baik. Buku selalu saya bawa ke mana-mana dari yang tipis sampai yang tebal. Namun hanya bagian-bagian tertentu saja yang saya baca agar setidaknya tidak membuat saya terlihat bodoh saat mengajar. Hmmm sekali lagi saya tidak menyukai sikap ini. Apakah harus menunggu apresiasi orang lain untuk membuat saya rajin baca? Tidakkah sesuatu yang terlahir dari dalam diri lebih bertahan lama dari pada pandangan orang. Ya saya meyakini hal itu. Motivasi diri ini tentunya harus tumbuh agar bisa memberikan kemanfaatan untuk diri dan orang lain.
“Apakah pandangan multikultur berbahaya untuk kaum perempuan?” judul artikel Susan Moller Okin ini sangat menggelitik ingin tahu saya. Multikulturalisme yang saya pahami sebagai sebuah CARA menyikapi atau operasionalisasi dimana berbagai kelompok yang beragam dapat hidup bersama dan setara apakah mungkin berbahaya? Padahal sepintas yang saya pahami justru dalam pandangan multikulturalisme sangat mungkin perempuan dapat hidup dan dianggap setara. Tapi pengertian multikulturalisme yang saya pahami ini ternyata belum lengkap menurut Susan karena selain adanya pengakuan yang dibuat dalam konteks demokrasi liberal yang mendasar, bahwa budaya atau cara hidup minoritas tidak secara memadai dilindungi oleh praktek perlindungan hak individu sebagai bagian dari masyarakat, konsekuensinya kelompok-kelompok seperti ini juga harus dilindungi dengan memberikan hak-hak istimewa untuk mereka sebagai kelompok.
Baru saja tiga paragraph saya menulis sebuah artikel kembali saya terhenti. Ini karena saya belum memahami apa sebenarnya inti dari artikelnya Susan Moller. Ya tulisannya begitu hidup dan luas mengaitkan multikulturalisme dengan feminism dan pergulatannya juga dengan realitas yang ada dalam berbagai agama, budaya dan Negara-negara di dunia ini. Sebenarnya saya sudah selesai membaca artikel tersebut. Namun lagi-lagi saat saya belum bisa merefleksikannya dalam tulisan. Tidak apa-apa saya pikir, nanti malam saya akan mencoba menyempurnakannya.
Sebenarnya Susan Moller membahas bahwa multikulturalisme memberikan hak-hak istimewa terhadap kelompok-kelompok tertentu untuk menjalankan identitas mereka. Dalam menjalankan identitas ini tentu terkait dengan budaya bahkan agama yang mendasari kelompok tersebut. Dia membahas bagaimana hubungannya kebudayaan dan gender dan sampai pada kesimpulan bahwa kebanyakan budaya dan agama sangat bersifat patriarki. Sehingga banyak kelompok-kelompok yang ternyata mempraktekan diskriminasi terhadap perempuan dengan bersembunyi di balik multikulturalisme. Ia juga menghantam keuniversalan feminis yang ternyata juga memberikan ruang represi terhadap gerakan perempuan lain. to be continued ah…adzan magrib
hallo ibu mimi, saya saat ini juga sedang mempelajari ttg multikultralisme. saya apresiasi upaya yang sedang mbak mimi lakukan. semoga sukses...
BalasHapus